Sukses

Ketika Anak SD Tanya Ma'ruf Amin soal Mencontek, Dosa Nggak?

Wakil Presiden Ma'ruf Amin ditanya bocah SD apakah nyontek dosa atau tidak. Momen ini terjadi saat acara memperingati Hari Antikorupsi Sedunia.

 

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin ditanya bocah SD apakah nyontek dosa atau tidak. Momen ini terjadi saat acara memperingati Hari Antikorupsi Sedunia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (9/12/2022).

Mulanya, ada 3 anak SD tampil di depan untuk bersandiwara sedang berpulang sekolah. Mereka adalah Asfa Azita Hasti, Ananda Nurul Maulani kelas, dan Abdulloh Syafi'i.

Ketiganya habis menyelesaikan ujian akhir semester. Saat pulang sekolah, mereka bertemu Abang dan None DKI Jakarta M Dzamir Adani dan Gisela Thesa yang juga ikut tampil.

Perbincangan pun terjadi. Di sela-sela obrolan, 3 anak SD itu lalu ditanya mencontek atau tidak saat sedang ujian.

"Gimana tadi ada yang nyontek nggak?" tanya Gisela.

"Emangnya nyontek itu keren?" jawab Abdulloh.

Mereka kemudian menghampiri Wapres Ma'ruf Amin yang sedang duduk di depan. Abdulloh lalu bertanya kepada Ma'ruf.

"Mohon izin Pak Kiai, saya mau bertanya, kalau nyontek itu dosa nggak?" tanya Abdulloh.

"Ya nyontek dosa lah," jawab Ma'ruf disambut tawa hadirin.

"Baik Pak berarti kita semua harus jujur dan percaya atas kemampuan diri kita sendiri betul," timpal Asfa.

Asfa mengatakan, pesan Wapres Ma'ruf mengartikan bahwa pelajar tidak boleh nyontek. Sebab, mencontek adalah perbuatan yang tidak jujur.

"Kita harus kerja keras karena mencontek atau yang memberi contek adalah hal yang buruk, yang dosanya sama," kata Asfa.

 

2 dari 3 halaman

Ma'ruf Amin: Sama dengan Covid-19, Korupsi juga Musibah Global

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan, korupsi adalah musuh utama seluruh bangsa.  Ia menyebut korupsi sama halnya pandemi Covid-19 yang merupakan musibah global. 

Hal tersebut disampaikan Ma'ruf pada acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di Jakarta, Jumat (9/12/2022). 

"Kita memperingati Hari Antikorupsi Sedunia setiap tahun, sebagai penanda sekaligus pengingat bagi kita semua bahwa korupsi adalah musuh utama seluruh bangsa. Sama halnya dengan Covid-19, korupsi juga merupakan musibah global," kata Ma'ruf dikutip dalam keterangannya, Jumat. 

Pada Hakordia ini, Ma’ruf meminta semua pihak memperhatikan tiga hal. Pertama, negara manapun yang sumber dayanya melimpah, namun bila aturan mainnya lumpuh dan penegakan hukumnya tumpul, maka kemakmuran tidak mungkin dapat dinikmati oleh negara tersebut. 

"Kekayaan yang hanya dirayakan oleh orang-orang yang memiliki akses terhadap pengambilan keputusan, menyebabkan alokasi sumber daya jatuh kepada segelintir orang sehingga umat tidak tersentuh oleh nikmat kesejahteraan. Korupsi kebijakan mengubah alokasi sumber daya dari yang seharusnya diproduksi demi kepentingan publik, dibajak demi memuaskan oligarki. Akibatnya, kemelaratan menjadi hamparan negeri," jelas Wapres Ma’ruf Amin. 

Kedua, upaya pemberantasan korupsi mestinya diarahkan pada perubahan perilaku pemerintah dan masyarakat. Perilaku koruptif berubah menjadi perilaku yang jujur, bersih dan berintegritas. 

"Perubahan perilaku yang muncul dari dalam diri individu akan lebih menjamin kesuksesan kita dalam memberantas korupsi, daripada ancaman hukuman yang berat," ujar Ma’ruf.

3 dari 3 halaman

Wapres Ma'ruf: Tak Perlu Marah-Marah dan Benci dengan KUHP Baru

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mengatakan tidak perlu ada amarah dan kebencian terkait dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

"Tidak perlu ada semacam marah-marah dan kebencian," kata Wapres usai menghadiri pembukaan Mukernas II Majelis Ulama Indonesia di Jakarta, Kamis 8 Desember 2022.

Ma'ruf Amin mengatakan bahwa Pemerintah telah melakukan pembahasan bersama DPR RI terkait dengan RUU KUHP.

Menurut Wapres, memang sulit untuk mencari kesepakatan semua pihak dalam suatu hal.

Ia meminta pihak yang belum setuju dengan sejumlah pasal dalam KUHP bisa melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan pasal-pasal yang dipersoalkan.

"Memang tidak mudah sepakat semua dalam satu hal. Yang belum sepakat bisa judicial review. Saya kira wajar saja kalau ada yang belum sepakat," jelasnya yang dikutip dari Antara.

 

 

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Â